TANJUNG REDEB, Suara Rakyat Berau – Kejadian memilukan menimpa Maria Amelia (14), seorang remaja asal Kecamatan Segah, Kabupaten Berau, yang baru-baru ini tertelan jarum. Namun, proses mendapatkan pertolongan medis tidak berjalan lancar, bahkan sempat terhambat karena masalah administrasi BPJS.
Menurut keterangan orang tua korban, Edita, peristiwa ini terjadi saat Maria secara tidak sengaja menelan jarum, dan segera dilarikan ke Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Tepian Buah untuk mendapatkan perawatan. Namun, pihak Puskesmas menyarankan agar korban dirujuk ke rumah sakit di Tanjung Redeb karena keterbatasan fasilitas.
“Setelah kejadian itu, kami langsung membawa Maria ke Puskesmas Tepian Buah, tapi mereka tidak bisa menangani, dan akhirnya kami dirujuk ke rumah sakit di Tanjung Redeb,” ungkapnya.
Namun, setibanya di rumah sakit, masalah baru muncul. Pihak rumah sakit menolak memberikan perawatan karena BPJS yang digunakan oleh keluarga korban tidak aktif. Ternyata, terdapat kekeliruan pada data identitas korban dan jaminan kesehatan, yang menyebabkan masalah pada klaim BPJS mereka.
“BPJS kami tidak aktif, jadi kami diminta membayar secara umum. Padahal NIK di BPJS itu sama dengan domisili, hanya beda nama saja,” jelas Edita.
Setelah pulang untuk mengurus aktivasi BPJS, keluarga Maria kembali ke rumah sakit, namun jaminan kesehatan tetap tidak bisa digunakan. Pihak rumah sakit mengklaim bahwa kondisi Maria tidak dianggap sebagai keadaan gawat darurat, meskipun korban sudah mengeluh kesakitan.
“Ketika kami kembali, mereka bilang bahwa kondisi anak saya tidak gawat darurat, padahal dia sudah merasa sangat kesakitan. Mereka tetap meminta kami untuk membayar secara umum,” ujarnya.
Menanggapi insiden tersebut, anggota DPRD Berau, Oktavia, menyayangkan sikap pihak rumah sakit yang dianggap tidak sensitif terhadap situasi darurat dan kondisi ekonomi keluarga yang tidak mampu. Ia menilai bahwa pelayanan kesehatan seharusnya lebih memprioritaskan keselamatan pasien, terutama dalam situasi darurat seperti ini.
“Seharusnya kita lebih peduli dengan masyarakat, terutama mereka yang kurang mampu. Ini sangat disayangkan, karena seharusnya nyawa dan kesehatan pasien lebih diutamakan,” kata Oktavia.
Menurutnya, peraturan di Pasal 32 Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan jelas menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka, apalagi dalam situasi darurat.
“Ini masalah keselamatan jiwa. Harusnya pihak rumah sakit memberikan solusi dan penanganan terlebih dahulu. Pemerintah sudah menggelontorkan dana besar untuk menjamin kesehatan masyarakat, jadi tidak seharusnya ada kendala seperti ini,” tegas Oktavia.
Kejadian ini pun menjadi bahan evaluasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Kabupaten Berau, khususnya dalam hal administrasi BPJS dan pelayanan terhadap pasien darurat.
(Silfa/ADV).